Artikel ini adalah tulisan keempat dari rangkaian enam tulisan yang dibahas dalam jurnal BERKARIR DI FOTOGRAFI.
Karir Seumur Hidup
Pada dasarnya, tulisan saya ini akhirnya mengarah pada fotografer yang berbisnis, yaitu berbisnis membangun usahanya sendiri. Bukankah walaupun seseorang sebagai photographer freelancer, tetap saja dia butuh pengetahuan bisnis untuk mengelola dirinya sendiri? Atau bisa saja seseorang memulai karirnya sebagai photographer freelancer dan berakhir sebagai pebisnis yang mementingkan bisnisnya dibanding meluangkan waktu di dunia fotografinya, tergantung pada tujuan pribadinya. Tentunya dengan porsi waktu yang digunakan untuk berbisnis (mengelola/pengelolaan) lebih tinggi dan/atau tetap sebagai photographer freelancer (membiarkan orang lain mengelola bisnisnya), di mana ada perbedaan-perbedaan yang satu sama lain mempunyai pro dan kontranya. Bahkan, bisa saja seorang pebisnis yang tidak mempunyai latar belakang sama sekali di industri fotografi menjadi pengelola jasa di bidang ini.
Ada satu hal yang menarik dari profesi ini, yaitu kita tidak perlu pensiun. Banyak jenis pekerjaan lain yang pada saat kita mencapai usia tertentu, kita diharuskan untuk berhenti dari tempat pekerjaan tersebut. Di profesi ini, justru banyak orang setelah pensiun di profesinya yang lain, masuk dan menggeluti bisnis fotografi sebagai fotografer atau pelaku bisnisnya. Atau memang sejak awal (masih muda) dia berkomitmen masuk dan berprofesi di industri ini. Selama kita masih bisa berkreasi dan mempunyai semangat, kita tetap bisa mengandalkan profesi ini tanpa batasan umur. Bahkan, turunan profesi fotografer, seperti photo editor bisa tetap membuat kita sibuk sampai akhir hayat dan mengerjakannya sembari di atas tempat tidur. Itulah fotografi untuk saya pribadi. Fotografi memang memerlukan ketekunan dan kesabaran untuk selalu belajar dan mempunyai keterampilan mengelola bisnis agar dapat bertahan di bidang ini. Namun, bidang usaha atau profesi apa yang tidak memerlukan hal-hal tersebut? Perbedaannya, kita tidak perlu pensiun sampai usia berapapun jika kita mempunyai gairah di fotografi.
Tentunya dalam berprofesi apapun selalu ada sisi risikonya. Kalau kita bicara tentang perasaan keyakinan akan keberhasilan, keberhasilan di bidang apapun, termasuk fotografi, dalam perjalanan waktu akan selalu ada dan timbul rasa takut, tidak yakin dan ketidakpercayaan diri. Misalnya, selain sisi teknis yang belum kita kuasai, permintaan pelanggan yang terkadang tidak masuk akal, sampai kepada persaingan yang sangat ketat, hal-hal seperti itu akan selalu timbul dan mengganggu konsentrasi atau semangat kita dalam bekerja. Bahkan, banyak contoh gangguan seperti ini menyebabkan seseorang akhirnya menyerah dan kemudian beralih profesi bukan sebagai sebagai pebisnis fotografer lagi, karena merasa tidak cocok atau bukan bidangnya.
Tulisan ini juga dimaksudkan sebagai pemberitahuan atau peringatan, bahwa berbisnis di fotografi bukan hal yang mudah. Justru, karena kelihatannya mudah, maka banyak orang yang masuk dan begitu saja menganggap kita juga bisa (Me Too Situation). Mudah sekali untuk mempelajari, kemudian mendapat hasil foto yang tajam, pencahayaan tepat serta komposisi yang menarik. Akan tetapi, faktor keuangan atau faktor penolakan penawaran jasa kita yang akan menghambat kemajuan, pasti akan selalu ada sepanjang kita berkarir.
Pada banyak kasus, kegagalan itu justru disebabkan karena kita kurang disiplin. Tapi, yang kita salahkan situasi atau kondisi bisnis sebagai penyebabnya. Ingatkah saat kita pernah gagal, kemudian dengan mudahnya kita membuat alasan penyebabnya dengan kata-kata “kalau saja”. Kalau saja saya punya peralatan yang lebih baik, kalau saja saya punya lingkungan pergaulan yang bagus, kalau saja saya punya teknik pemasaran/penjualan yang bagus, kalau saja saya bersekolah di sekolah itu, atau banyak “kalau-saja” lainnya yang kita jadikan ‘kambing hitam’ atas kegagalan kita. Justru, rasa takut gagal dan tidak berani mencobalah yang menyebabkan kita menjadi tidak ke mana-mana. Kuncinya adalah saat mulai berbisnis, bayangkanlah kalau gagal, kira-kira apa yang akan kita salahkan nantinya.
Setelah ini semua, selanjutnya apa sikap yang harus kita miliki dan lakukan? Ikuti tulisan berikutnya seminggu lagi dengan judul MENGAPA KITA INGIN MENJADI FOTOGRAFER, hanya di www.kotakimaji.com.
comments powered by Disqus